Kewarganegaraan, Agama, dan Demokrasi


IMG_2440_small

“Tantangan demokrasi di Indonesia bukan apakah partai-partai berideologi Islam mampu mengubah dasar negara menjadi negara agama, tapi bagaimana partai-partai di negeri ini –yang Islam maupun yang bukan– memiliki integritas dan mampu menjadi wadah bagi perekrutan pemimpin negara dan wakil rakyat seperti yang diharapkan. Di tengah ramainya tokoh-tokoh Islam yang terjerat kasus korupsi, pembicaraan ideologi tidak lagi relevan” sebagaimana dikemukakan oleh Luthfi Assyaukanie dalam ”Islam dalam Transisi Demokrasi di Indonesia”.

“Tantangan demokrasi di Indonesia bukan apakah partai-partai berideologi Islam mampu mengubah dasar negara menjadi negara agama, tapi bagaimana partai-partai di negeri ini –yang Islam maupun yang bukan– memiliki integritas dan mampu menjadi wadah bagi perekrutan pemimpin negara dan wakil rakyat seperti yang diharapkan. Di tengah ramainya tokoh-tokoh Islam yang terjerat kasus korupsi, pembicaraan ideologi tidak lagi relevan” sebagaimana dikemukakan oleh Luthfi Assyaukanie dalam ”Islam dalam Transisi Demokrasi di Indonesia”.

Kemunculan Islam dalam politik Indonesia sudah ada jauh sebelum era orde baru (rezim Soeharto). Tapi apakah berkembangnya agama Islam sebagai agama mayoritas dan budaya arab saat ini mempengaruhi perkembangan demokrasi dan (atau) terorisme di Indonesia?. Melihat dari sejarah panjang penjajahan dari Portugis, Belanda, Inggris, dan Jepang di Indonesia, kita semua tahu dibalik sejarah kemerdekaan, kekuasaan, politik dan ekonomi di negeri ini, peran barat (Amerika) sangatlah besar.

Dalam beberapa teori Postkolonial, kode-kode ini dicoba dibongkar oleh Edward Said dalam bukunya yang berjudul “Orientalism”, Michael Foucault “The Archeilogy of knowledge” (1972) dan “Discipline and Punish: The Birth of the Prison” (1977). Bahwa Amerika tertarik untuk dengan isu Demokrasi dan Islam. Sumber daya alam yang besar, sosial politik labil, dan hukum yang lemah adalah salah satu rahasia bagaimana mereka bisa masuk.

Seperti di Timur Tengah, mungkin tidak akan ada namanya Perang Teluk, Irak, Afganistan dsb, jika mereka hanya negara-negara penghasil jeruk terbesar di dunia, bukanya minyak. Atau kejadian-kejadian G30 SPKI, sampai wafat-nya Presiden RI (Soekarno) jika sebuah tambang emas kecil di Papua tidak pernah ditemukan, yang kini menjadi tambang emas terbesar di dunia dimana sejak tahun 1967 dikuasai oleh sebuah perusahaan Amerika, Freeport-Mc Moran Copper & Gold Inc, dimana keuntungannya mencapai US$ 6.555 miliar.

Untuk menguasainya, Amerika sudah lama sekali meluncurkan kode-kode, mulai dari propaganda media, film-film Hollywood baik dari film fiksi “Arabian Night –Aladdin”, sampai film aksi Arnold Schwarzenegger, Sylvester Stallone, dan Cuck Norris. Dimana cerita di dalamnya selalu disisipkan cerita gerakan separatis terroris, jihad dan kekerasan.

Peristiwa 9/11 WTC telah lama berlalu, tapi dampaknya masih terus berlanjut sampai detik ini, meskipun teori dan fakta kebenarannya sudah dibantah oleh Professor Steven E. Jones (bidang Fisika) dan seorang jurnalis Amerika Christopher Bollyn. Dari penelitian yang mereka lakukan, diketahui bahwa runtuhnya WTC telah direncanakan sebelumnya dan tidak disebabkan oleh ledakan pesawat yang sengaja menabraknya. Terorisme dan radikalisme masih sering diusahakan dikaitkan dengan Islam, apalagi di negara-negara Timur Tengah dan termasuk Indonesia yang masih bermasalah dengan agama, politik, hukum, fanatisme dan ekstimisme, yang mana dalam sebuah demokrasi hal tersebut adalah indikasi ketidakpastian dan kecemasan dengan bangkitnya otoritas dalam bentuk lain.

Karya foto ‘My middle name is Muhammad’, ‘Visa Issuance’, dan ‘TSA Inspection’, adalah sebuah upaya untuk memikirkan ulang hubungan antara Islam, perkembangan politik demokrasi di Indonesia dan Barat. Stereotyping dan prejudice sampai ini menjadi sebuah simbol yang negatif dalam mengeneralisir rasial, kewarganegaraan, dan agama. Hal ini dialami langsung oleh saya, pada tahun 2007 Visa Jepang ditolak tanpa alasan, pada tahun 2010 dan 2011 dua kali ditahan di imigrasi tanpa alasan jelas di area 1 selama 4 dan 6 jam, dan lalu bagasi yang selalu dicurigai dan beberapa kali hilang ditahan oleh TSA Jerman dari tahun 2009 – 2012 dalam sebuah perjalanan Berlin menuju Malaysia dan Indonesia atau sebaliknya.


Leave a Reply